Pages

Kamis, 29 Mei 2008

Perokok Pasif Sama Bahayanya Dengan Perokok Aktif

Banyak yang tidak tahu bahwa bahaya rokok bukan hanya mengancam perokok itu sendiri, tetapi juga orang yang ada di sekitarnya.
Rokok apabila dihisap, menghasilkan dua jenis asap, yakni asap utama dan asap sampingan. Asap utama adalah asap rokok yang terhisap langsung masuk ke paru-paru perokok lalu dihembuskan kembali, sedangkan asap sampingan adalah asap rokok yang dihasilkan oleh ujung rokok yang terbakar.
Menurut Ketua Komite Nasional Penanggulangan Masalah Merokok, Dr Merdias Almatsier, udara mengandung asap rokok menggangu kesehatan orang yang ada di ruangan atau lingkungan terdekat, karena asap rokok mengandung lebih 4.000 zat berbahaya.
Zat-zat berbahaya antara lain "tar" yang mengandung kimia beracun yang merusak sel paru-paru dan menyebabkan sakit kanker, "karbon monoksida (co)" sebagai gas beracun mengakibatkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen.
"Nikotin" merupakan zat kimia perangsang yang dapat merusak jantung dan sirkulasi darah dan membuat pemakai nikotin menjadi kecanduan.
Bila anda berada di ruangan berasap rokok cukup lama, maka ketiga zat beracun (tar, karbon monoksida, dan nikotin) masuk ke paru-paru, perokok pasif pun terkena dampak pada peningkatkan risiko penyakit kanker paru-paru dan jantung koroner.
Lebih dari itu menghisap asap rokok orang lain, dapat memperburuk kondisi pengidap penyakit "angina" (nyeri dada akibat penyempitan pembuluh darah), "asma" (mengalami kesulitan bernafas), "alergi" (mengalmai iritasi akibat asap rokok).
Sedangkan gejala gangguan kesehatan akibat asap rokok, iritasi mata, sakit kepala, pusing, sakit tenggorokan, batuk, dan sesak nafas.

Wanita Hamil

Wanita hamil yang merokok atau menjadi perokok pasif, akan menyalurkan zat-zat beracun dari asap rokok kepada janin yang dikandungnya melalui peredaran darah.
Sedangkan nikotin yang ada dalam asap rokok menyebakabkan denyut jantung janin bertambah cepat, karbon monoksida menyebakan berkurangnya oksigen yang diterima janin.
Anak-anak yang orang tuanya merokok menghadapi kemungkinan lebih besar untuk menderita sakit dada, infeksi telinga, hidung, dan tenggorokan dan mereka kemungkinan dua kali lipat di rawat di RS pada tahun pertama kehidupannya.
Dr Merdias yang juga Dirut RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta mengajak masyarakat untuk melakukan tiga hal guna mencegah bahaya yang ditimbulkan asap rokok, yakni komunikasi dan informasi bahaya merokok baik si perokok aktif dan pasif.
Sementara itu, Ketua Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LMMM) Ny Renie Singgih berpendapat, perlu kerjasama pemerintah dengan LSM memberdayakan masyarakat agar memahami bahaya merokok bagi kesehatan.
Peraturan pemerintah yang membatasi pengaruh merokok sudah cukup memadai, seperti larangan merokok di kawasan umum dan sekolah, pengaturan kandungan zat berbahya nikotin dan tar dalam setiap batang rokok serta pengaturan iklan rokok.
Jumlah Perokok Naik
Pakar penyakit paru FKUI/RS Persahabatan Prof Dr Hadiarto Mangunnegoro, Sp P menyatakan, jumlah perokok aktif di Indonesia naik dari 22,5 persen pada tahun 1990 an menjadi 60 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2000.
Depkes mengestimasikan pada 2001 bahwa perokok aktif mencapai 70 persen dari penduduk Indonesia, 60 persennya (84 juta orang) dari kalangan penduduk miskin dan sedang kematian akibat sakit ditimbulkan rokok per tahun mencapai 58 ribu orang.
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memperkirakan tiap tahun terdapat empat juta orang meninggal akibat penyakit karena merokok dan pada 2020, angka orang meninggal karena rokok bertambah menjadi 8,4 juta per tahun.
WHO memperkirakan bahwa 59 persen pria berusia di atas 10 tahun di Indonesia telah menjadi perokok harian, dan konsumsi rokok Indonesia setiap tahun mencapai 199 miliar batang rokok atau urutan ke-4 setelah RRC (1.679 miliar batang), AS (480 miliar), Jepang (230 miliar), dan Rusia (230 miliar).
Menurut perkiraan WHO, kenaikan jumlah perokok Indonesia, khususnya anak usia muda, karena gencarnya iklan rokok melalui berbagai media, sponsorship pada kegiatan olahraga, dan hiburan.
Hadiarto mengamati, sebagian besar perokok di Indonesia menyatakan sulit menghentikan merokok dengan alasan untuk kenikmatan, terkesan "keren" dan gengsi yang tinggi serta alasan menghilangkan stres (depresi).
Padahal, katanya, alasan tersebut sangat tidak tepat jika mereka menyadari bahaya bagi kesehatan, terutama setelah merokok 20 - 30 tahun, maka akan timbul penyakit seperti jantung koroner, kanker paru, hipertensi, dan bronkitis.
Penyakit akibat merokok itu memerlukan penyembuhan waktu yang lama dan membutuhkan biaya mahal, sehingga pasien dapat berakibat meninggal dini jika tidak memiliki biaya pengobatan dan memberatkan keluarga karena merawat dan menanggung biaya penderita itu.