Pages

Jumat, 10 Desember 2010

Patah Tulang Part 1

Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati… (sing)

Masih inget lagunya Pakdhe Meggy Z yang itu? Lagu jaman bahuela, mungkin aku belum lahir kali yak/ Haha.. Aku sih 50% setuju saja dengan lirik lagu itu, tapi kalau dipikir-pikir sakit gigi itu juga sakit lhoh.. Apalagi kalau liriknya diganti “Lebih baik patah tulang, daripada patah hati”, aku jelas-jelas TIDAK SETUJU!!! Ehem, capslock-nya bukan berarti aku teriak marah lho, hanya untuk penegasan saja. Hehe…

Sedikit curhat saja, yang namanya patah tulang itu bener-bener nggak enak. Ada sih enaknya, lebih diperhatiin ortu, hehe, tapi tetap saja yang namanya badan, pasti kalau sakit satu sakit semua. That was happened to me.

Panjang cerita kejadiannya tanggal 25 Juli 2010, tepat empat bulan setelah aku opname karena DB. Tanggal 25 merupakan hari penutupan GVT, Gladhi Vidya Teladan, itu lhooo MOS lanjutannya anak SMA 1. Kebetulan aku jadi panitianya dan harus menemani adek-adek kelas GVT X-7 yang aku waleni. Mau tak mau aku harus datang karena partner WK (Wali Kelas)-ku berhalangan hadir karena sakit (kalau nggak salah).

Hmmm… That was a good day and also a terrible day in my life. Acara penutupan GVT diisi dengan pentas seni dari adek kelas. Alhamdulillah X7 tampil dengan memukau (dance), mereka menampilkan nyanyian yang diiringi dengan gitar ditambah drama dance-nya Dek Abil. Wonderful! Aku sempet mau standing applause, tapi niat itu kubatalkan untuk menghormati orang-orang di belakangku yang sedang duduk, takut menghalangi pandangan. Hehe… Wah, mendampingi adek-adek di hari terakhir berasa menyenangkan dan tidak secapek hari-hari GVT sebelumnya! Yaah, walaupun aku merasa seperrti ‘single parent’. Hehe.. Setelah itu mereka masuk kelas dan kuminta untuk menuliskan pesan dan kesannya selama aku dan partner WK-ku (nggak usah disebut namanya ntar dia GR, haha) membersamai mereka. Aku sengaja tidak membacanya saat itu dan langsung kumasukkan dalam ransel yang tadinya berisi puluhan HP sitaan dari adek-adek (karena selama acara berlangsung memang tidak boleh membawa HP, HP dititipkan ke WK kemudian dibagikan saat mau pulang).

Kami berdoa dan mereka pulang, sementara aku masih di basecamp panitia untuk merapikan tempat dan beberapa stopmap masterpiece adek-adek Pansusku. Bertubi-tubi telepon dating dari ibu memintaku untuk pulang ke rumah Simbah. Karena waktu itu keluarga besar kami sedang berkumpul di sana dalam sebuah acara keluarga dan aku baru akan bergerak ke sana 30 menit kemudian.

Akupun menuju parkiran untuk menghampiri Grino, motor kesayanganku. Mula-mula kubuka kunci stangnya, kemudian kupakai helmku yang penuh dengan stiker. Entah mengapa saat mengencangkan helm, perasaanku benar-benar tidak karuan. Bingung. Tak tahu bingung karena apa (lho?). tidak biasanya aku mengencangkan helm sampai benar-benar kencang seperti saat itu.

“Assalamualaikum!” kuucapkan salamku untuk orang-orang yang masih ada di parkiran, begitu pula dengan adek-adek kelas yang masih menunggu jemputan di halaman sekolah. Bruuummm… Aku membelokkan motorku ke arah selatan, ke rumah Simbah dengan sedikit terburu-buru. Dengan sangat terpaksa, lampu merah menghentikanku di Perempatan Wirobrajan, akupun maju ke garis depan tapi tidak paling depan. Berhenti lalu diam.

Kuperhatikan countdown yang berwarna merah sambil ikut menghitung. Saat angka menunjukkan 0, aku bersiap memacu motorku. Kemudian kutarik gasnya saat lampu berubah hijau. Pandanganku kabur menjadi hitam seperti ditutupi papan kayu dan aku tak bisa melihat dengan jelas apa yang ada di kanan, kiri, dan depanku. Mungkin syaraf di otak bekerja untuk member kabar buruk pada situasi seperti ini. Tiba-tiba dari arah kanan melaju sebuah skutik dengan rem blong (kata pengemudinya) dengan kecepatan yang lumayan tinggi. Saat itu aku ingat kecepatan motor ku baru mau naik menjadi 40km/jam. Ckiiiiiiiiiiitttttttttttttttt…..Bruuuuuuukkk….

To be continued...

Tumis Bakso

Wahaa.. sudah lama nggak ngepost di blog nih. Jujur, aku bingung banget mau ngepost apa. Kemaren pas aku bikin tumis bakso jadi kepikiran, mau nulis ini aja di blog. Kayaknya asyik bisa sharing-sharing resep makanan sama temen-temen. Apalagi yang demen banget sama yang namanya bakso. Hmmm… You have to try this one! Haha…


Bahan-bahan yang kita butuhkan :
- 20 buah bakso sapi.
- 50 gram tempe diiris dadu dan digoreng
- 3 siung bawang putih dicincang
- 3 siung bawang merah diiris tipis
- 3 buah cabe keriting (sesuai selera) diiris bulat
- 1 cm jahe diiris tipis
- 1 lembar daun salam
- 1 lembar daun jeruk nipis
- Minyak goreng secukupnya
- Gula jawa secukupnya
- Lengkuas secukupnya
- Kecap manis secukupnya
- Air secukupnya
- Garam secukupnya
- Bawang goreng
- Daun kemangi secukupnya

Nah, setelah bahan-bahan tersedia, it’s time to cook.. yeaaahhh… Sebenernya untuk membuat tumis bakso manis ini sangatlah mudah, sama seperti tumis-tumisan kebanyakan. :D

Pertama,tumis bawang putih sampai harum dengan minyak yang telah dipanaskan, disusul bawang merah, cabe, lengkuas, jahe, daun salam, dan daun jeruk nipis. Tumis sampai harum, masukkan tempe. Setelah itu giliran gula jawa dan air dituangkan. Tunggu sampai air mendidih dan gula jawa larut. Kemudian masukkan bakso sapi, masak hingga empuk, angkat. Sajikan dengan taburan bawang goreng dan dihiasi daun kemangi.
Hmmmm… This is it! Tumis bakso a la Chief Shofi… Hahaha… Gampang kan? Selamat mencoba!:D

Sabtu, 22 Mei 2010

फल इन लव विथ थे Research

Hmmm... Penelitian. Sebenarnya aku udah ngerasain hal ini sejak SD. Ah, sebenarnya berawal ketika aku baca sebuah jurnal ilmiah yang dibawa Bapak dari tempat kerjanya. Lihat karya-karya itu, bikin aku tertarik. Pengen juga nglakuin penelitian macam itu. Tapi, kok berat ya? I was trying to find the ideas. Apa ya? Susah amat buat nemuin ide. Belum waktunya mungkin, kataku dalam hati waktu itu.

Selepas lulus dari SD, aku berhasil diterima di SMPN 1 Sleman, salah satu SMP terfavorit di Kabupaten Sleman waktu itu, dengan jalur prestasi dan try out. Tanpa tes tentunya. Alhamdulillah. Waktu penjelasan, Mr. Nur bilang kalau ada ekstra KIR di SMP itu. Hahaha... bahagialah aku. Dari situ aku udah niat buat ikut KIR.

Beberapa hari setelah masuk sekolah, dari urusan kesiswaan ngebagiin angket-angket untuk memilih life skill dan ekstra yang diminati. Langsung aja aku centang kolom KIR di bagian life skill dan Tonti di ekstra. Haha... Akhirnya. Wkatu pengumuman, ternyata yang ikut KIR banyak banget, nyampe nggak bisa ditampung. Akhirnya, KIR dibagi dalam dua bagian, bidang Biologi dan Fisika. Aku stay di biologi, soalnya menurutku waktu itu biologi adalah hal menarik dan paling banyak diteliti. Hmmm...

Life skill KIR ngebosenin waktu itu. Aku kira suruh neliti masalah ini itu, nggak tahunya malah bikin percobaan2 macem-macem.. Hmmm... sya bosan dengan biologi.
Akhirnya karena guru yang mengampu juga sama-sama bosan kayak muridnya, KIR bubar. Kamipun pindah life skill. Aku pindah ke Seni Lukis. Lumayan juga sih, seni lukis bisa buat ngembangin bakat terpendam yang siapa tahu bisa digali di sini.. Haha..

Kelas 7 SMP semester 2 akhir

Tiba-tiba dan tak terduga, Bu Asil, guru geografi yang saat itu belum kukenal, manggil aku ke ruang guru. Kaget aku, emang mau diapain, ya? Huhuh..atut..
Begitu masuk ruang guru, Bu Partinah langsung melambai ke arahku. "Shofi, sini, ini Bu ASil mau ngendika sama kamu". Waduh, apa ya yang mau dibicrain.. Setelah nyuruh aku duduk, Bu Asil langsung membuka pembicaraan.

Mau nggak, ikut karya ilmiah? Ibu lagi nyari anak kelas 7 buat lomba nih di kabupaten. Sekalian ikut FRR Sleman. Kamu mau nggak? Aku beneran nanya lho ini. SOalnya kemaren ada nak lain yang Ibu tnya tapi nggak mau, takut katanya. Ya udah ibu tanya kamu aja.


Jedarrr... jederrrr.... hatiku senang bukan kepalang... "Penelitian, Bu? Mau... mau banget."

"Beneran?" Bu Asil meyakinkan.

"Mau," bejanya aku. Katanya, aku termasuk yang beruntung, alhamdulillah... Mengapa? Karena tahun kemarin KIR Geografi-nya Bu Asil diseleksi dengan tes nentuin judul penelitian. and me? Langsung ditawarin. Alhamdulillah..

Masih bnyak cerita-cerita penelitian yang lain. Yang bikin hhhhhh..., ketawa, nangis, sampai sebel. Wah, seru deh.
Ini baru awal aja. Buat para pembaca, cerita selanjutnya insya allah bakalan aku posting lagi lain waktu. S\Sudah jam 9 ini, mau siap-siap buat ke sekolah dulu.. Hahah. Salam penelitian!

Minggu, 04 April 2010

Cuihuuuyyyyy… LDP, men, women!









Hari Minggu, 21 Maret 2010. Keputusasaan dan kemarahanku hampir terobati di sini. LDP, men, women! A.k.a Latihan Dasar Penelitian, keren banget sumpah! Ini nih program tahunan TSC yang tujuannya buat ngelatih kemampuan anak-anak TSC kelas X, termasuk aku, dalam hal penelitian. Kurang lebih seperti itu. Oiya, TSC itu singkatan dari Teladan Science Club, macam ekstra KIR gitu, tapi ini bukan ekstra KIR biasa, mamen! Ini luar biasa (dengan nada bicara kayak host Silet). KIR ini di bawah sekbid 5 OSIS Bhinneka Teladan Bhakti SMAN 1 Yogyakarta yang kami cintai (walah, malah cerita organisasi, orang sini pengen cerita LDP-nya e..).

Afwan, maaf, bahasa gaulnya anak Teladan.

Eniwei, LDP kali ini dikemas seperti semacam touring. Asyik banget, apalagi buat yang seneng traveling, seerrrruuu abisss. Tujuannya ke Laboratorium Geospasial Pesisir Parangtritis, Pantai Parangtritis, dan Taman Pintar. Yang seneng geografi nih, nggak boleh terlewatkan.

Oke, pertama, Mbak/ Mas level 26 ngasih info kalo kita, level 27, harus kumpul di sekolah jam 6.30am. rencananya mau berangkat jam 7.00am gitu. Tapi biasalah Indonesia, pada ngaret semua jamnya, melaaarrr…molorrr…kayak kolor… Mana bapakku udah ngebut di jalan pula. Kan ceritanya pagi-pagi itu aku dianter bapakku gitu, soalnya males aku naik motor sendiri ke sekolah. Hemat bensin (jialah), secara bensin kan mahal. Akhirnya sekitar jam 7.30am gitu kita baru berangkat dari sekolah ke Dinas Pendidikan Provinsi, ngejemput anak-anak dari SMA 8 yang mau ikut plus Mas Zainal juga, pembimbing KIR. Habis itu.. Langsung deh, melesat ke Geospasial. Jiaaaaaaaa…

Wah, gila nih anak-anak, di bis pada nggak bisa diem, berisssiiiikkk plus raaameeee… Mana ada kontak jodoh dadakan lagi. Hehe, kalau soal ini pasti udah bisa nebak siapa yang dijodoh-jodohin (jawa : dipacok-pacokke). AKU. Hiks! Jahat mereka. Sama… Ah, nggak usah tak sebutin namanya. Sori, Joy! (Wealah, nyeplos!) “Merah mukamu,” kata Indah.. Huuuuaaaaaaaaaa…

Nggak lho, bapak-ibu-saudara, saya nggak ngapa-ngapain, kami temenan aja kok. No no no…

Waktu nyampe Lab. Geospasial, hatiku berbunga-bunga tidak terkira (halah). Masalahnya udah lebih dari 1,5 tahun aku nggak balik ke sini, ke lab ini, ke daerah ini (kayak aku dikangenin banyak orang aja di sini). Emang dulu aku pernah ngelakuin research sama kawan-kawan dan guru SMP di sini. Tempatnya keren banget! It was awesome, now it is more awesome.

Nah, ini nih yang namanya Lab. Geospasial Pesisir Parangtritis. Keren kan? :D

Habis itu, langsung deh kita disuruh masuk ke dalemnya. Eh, ketemu Pak Antok, yang dulu pernah jadi informan penelitian, ternyata beliau ngisi acara LDP juga. Isinya mulai dari kapan dibangunnya lab ini sampai pembentukan gumuk pasir di Parangtritis. Dan ternyata, gumuk pasir yang ada di Parangtritis itu, terutama yang berbentuk Barchan merupakan satu-satunya yang ada di Asia Tenggara, yang lain ada juga di Meksiko. Secara nih, Indonesia beriklim tropis, biasanya gumuk pasir (sand dune) itu ada di daerah yang beriklim humid (lembab) dan subtropik. Makanya, gumuk pasir di Parangtritis itu termasuk langka dan unik. Wow, Indonesia keren ya? Bangga dong, jadi anak Indonesia 

Woho, ternyata kata beliau dan guruku waktu SMP bener. Whatever, nggak usah dibahas, lanjutkan saja!

SMA kita dapet kenang-kenangan lho, dari Geospasial berupa sebuah peta yang diserahkan secara simbolik kepada Pak Kepsek oleh Pak Antok. Waduh, fotonya burem nih! Maaf, ya, posisinya pas nggak enak. (Ada keteknya

Habis acara di dalem gedung kerucut, kita keliling lab dan museum. Ternyata museum plus lab ini udah berubah banyak banget dari terakhir kali aku datang ke tempat ini. Jadi tambah bagus, lab-museum-nya ditambahi koleksi-koleksi yang eksotis. Bagus pokoknya, mulai dari foto-foto pameran, pasir-pasir, sampel batuan, pengetahuan2, sampai alat-alat pemetaan. Keren! ^_^ Subhanallah! Arsitekturnya juga keren , berasa pengen punya rumah kayak ginian. Lihat deh, lantainya ada pasirnya. Naluri kenarsisan kami pun muncul. Jiahaaa… Foto-foto… Cepret! Cekrik!


Keluar dari museum, Mas Zainal ngasih info buat level 27. Boleh keliling lingkungan sekitar sini sambil cari ide penelitian, terus jam 11.30am harus balik lagi ke lab, gitu katanya. Akhirnya, aku dan Mbak Hanif memutuskan untuk keliling-keliling lingkungan sekitar situ. Ngeliat temen-temen pada antusias banget buat pergi ke pantai, akhirnya, we’ve decided to go to the beach! Yeah! Padahal jarak antara lab ke pantai hampir 2 kiloan, kalau lewat hutan. Tapi kalau lewat jalan aspal bisa lebih dari 2 kilometer. Buset dah! Wahaaa… semangat! Waktu itu kami bersepuluh. Aku, Ega, Wulan, Mbak Sasa, Mbak Hanif, Mbak Aras, Arin, Mbak Retno, Mas Syafiq, dan Mas AIR (dua-duanya cowok yang ikut). Sebelumnya ada Mas Fian dan Mas Fatih, tapi mereka nggak jadi ikut.

Awalnya kita nggak tahu lewat jalan yang mana kalau lewat hutan. Asal jalan aja lewat jalan aspal di depan lab. Subhanallah, liat deh, view-nya bagus banget nih hutan, kayak di luar negeri pas mau pergantian musim dari summer ke spring. Jiahaaaa… hutan ini notabene ditumbuhi pohon akasia, jambu mete, dll. Keren pokoknya! Awalnya aku juga niat buat cari jambu mete di hutan. Sayang beribu saying, jambunya nggak ada… Nggak musim kali.

Hmmm… kita bersepuluh yang nggak tahu arah dan tujuan asal jalan aja nyeberang hutan asal nyampe ke pantai. Kita bingung nih pertamanya, tapi karena ada jejak mirip ban sepeda motor di tanah pasir, yang mirip ular itu (jejaknya maksudku), kita ikutin aja. Siapa tahu jejak itu akan membawa kami menuju alam nan elok dipandang mata, pantai. Ya Tuhan, aku rindu pantai. Aku cinta pantai…

Berbagai rintangan di hutan telah kita lewati. Panas terik matahari tak jadi hambatan bagi kami untuk melanjutkan perjalanan kami menuju pantai. Pantai Depok. Akhirnya, dengan perjuangan yang tiada batasnya, dengan keringat yang mengucur deras, dengan jari-jari kaki yang kapalan karena berjalan terlalu lama, debur suara ombak semakin mendekat kea rah kami. Kami takut, kami takjub. TSUNAMI!!!!! TIDAAAAAAKKKKK!!!! Oh, bukan, ternyata hanya ombak biasa. Itu artinya, kami telah menemukan… PANTAI!!!!!! Whoaaaaa….!!! I love it! Pantai……. Pantai……. Oo, tapi kami harus nyeberang jalan dulu, habis itu naik bukit, terus turun bukit, habis itu jalan, ketemu deh pantainya! Cihuy!

Waktu itu pantainya habis pasang, tapi sekarang udah surut. Mas Syafik ngambil ranting kering di pantai (pas waktu itu pantainya lagi kotor banget, katanya sih habis adda upacara labuhan gitu), habis itu nulis di pasir. Entah kenapa (mungkin karena takut tulisannya bagus), Mas Syafik ngasih ranting itu ke Ega, dan Ega menuliskan beberapa huruf dan angka. Ini dia! Habis itu, kita foto-foto deh! Waha… Asyik!

Oh, no, kita terlalu asyik main di pantai sampai lupa waktu gitu. Untung ketemu anak-anak SMA 8 yang juga main di pantai. Oh, plis deh, ngebayangin pulang ke labnya gimana? Mana nggak ada angkot lagi (ya iyalah), ojek juga jarang (kan di deket hutan). Addanya Cuma kendaraan pribaddi yang berlalu lalang. Si Arin ngusulin buat nyetop kendaraan yang searah dengan kita, tapi plis deh, mana ada mobil yang muat buat 10 orang kecuali ya emang dibikin muat buat 10 orang. Wkwkwkwk… Mau balik ke rute yang tadi takut nyasar, secara kita tadi Cuma asal. Terus, karena waktu yang semakin mepet, kita barengan aja sama anak SMA 8. Woohoo, ternyata mereka lebih berbakat jadi Bolang! Mereka lebih tau rut eke lab daripada kita.. T.T… Hmmm… jalan yang mereka pilih lebih enak dan lebih cepet daripada jalan yang kami pilih tadi. Wow, lebih sejuk juga! Astaga! (lebay versi Fitri Tropika, hehe). Hmmm… Yummy!
Hooooahhheeemmm… Akhirnya sampai juga! Habis itu kita makan-makan. Hurray! Eniwei, mukaku jadi kayak kepiting rebus nih. Merah semua. Merah membara bagaikan kayu terbakar api (alay mode : on). Lihat deh! Waduh, Emak, pulang-pulang mukaku jadi item nih, lupa nggak pake sunblock (halah!)!
Wajahku… Ohhh…
Wakarakara, petualangan kami di Lab. Geospasial harus segera diakhiri, karena kami akan pulang! Eits, sebelumnya ke Taman Pintar dulu! Woho, Smart Park, dude! Mungkin karena kecapekan kali ya, aku jadi ketiduran di bus. Tiba-tiba aja begitu aku bangun udah nyampe di Smart Park (baca : Taman Pintar, biar agak kerenan dikit gitu pake bahasa Inggris). Nyampe sana kita sholat, terus masuk ke Gedung Kotak. Eh, kayaknya ada background bagus nih buat foto. Hohoho… Foto-foto dulu, ah! Eh, Indah sama Ida (dua bersaudara) ikut juga. Oke dah! Biar tambah rame… Cepret!
Di Gedung Kotak itu ternyata ada semacam penyambutan, penyuluhan, sosialisasi, dll, whatever. Yang ngisi Bapak Kepala Smart Park, Mbak-Mbak temennya Pak Kepala Smart Park sama Mas Zaenal. Mereka bilang bakan]lan ngedukung para pelajar di kota ini yang mau ngadain penelitian. Ehem… ehem… tapi aku agak kurang sreg nih. Soalnya yang didukung banyakan yang penelitian IPA. Huwahhh! Terus aku bberaniin diri aja buat Tanya, “Terus yang peneliti IPS gimana?”. Dengan panjang lebar Bapak Kepala Smart Park itupun bilang kalau semua genre penelitian didukung buat kemajuan Jogja dan Indonesia. Hore, hufffttt… Akhirnya… lha mau gimana lagi, Kangmas mbakyu, saya ini berdarah IPS (lho?) Maksudku, aku ini dari dulu emang udah klop sama IPS. Mendarah daging gitu deh (alay). Terus disosialisasiin juga kalau besok bakalan ada TPSC (Taman pintar Science Club), TSC-nya Taman Pintar. Wuaahh, banyak IPA-nya juga. Kata Mas Zae, buat anak-anak yang bergelut (bahasane) di bidang IPS, bisa masuk ke kategori Studi Dampak Pemanfaatan Teknologi atau apalah namanya, aku lupa. Di situ nantinya bakalan ada kajian ilmiah, workshop, dll. Ntar kalo ada info lagi aku posting di blog deh! Insya Allah…
Habis itu ada insiden menarik nih di Gedung Kotak, wehwe… Si Arin sama Nita yang super duper nggak habis-habis baterenya kalau bgomong, tiba-tiba dapet teguran dari Mbak temennya Pak Kepala Smart Park. Soalnya mereka menyuarakan “ihi ihi” yang menurut mbaknya agak mengganggu. Terus si Arin disuruh nyanyi deh. Waduh, kasihan banget nih anak! Tapi dia kan pedis, pede abis.. Wkwkwkwk.. Suaranya Arin lumayan bagus juga, bisa ikut Indonesian Idol nih. Wahahahaha… Peace, Rin!
Arin lagi nyanyi, yang pertama nggak tau judulnya apa, yang keddua lagu daerah asalnya, Si Patokaan. Sayang, sayang Si Patokaan …

Jumat, 19 Maret 2010

पेम्बन्तियन Serangga

Beberapa minggu yang lalu kelasku, kelas X2 tercinta (tssssaaahh…), mendapatkan sebuah tugas yang Masya Allah, mengorbankan hati nurani dan ketegaan kami terhadap suatu makhluk! Yah, sebut saja mata pelajaran itu adalah biologi, dan memang itu tugas biologi (piye to karepe?). Beberapa minggu yang lalu emang belum ada konfirmasi mau bikin apa buat tugas ini. Tapi waktu Bu Menik, guru biologi kami, bilang ternyat akita harus bikin herbarium atau insektarium dan penentuannya setiap kelompok dengan cara diundi. Woho… Main adu keberuntungan, nih! Waktu pertama kali ditentuin kelompoknya aku pas nggak masuk, akhirnya ya aku terima aja. Masa protes? Udah nggak masuk, protes lagi! Hufftt…

Sebenernya waktu itu kami (kali ini aku dan teman-teman sekelompokku) berharap banget dapet herbarium, tapi ternyata, kertas undian berkata lain. Huruf awalnya adalah I, dibuka pelan-pelan… hasilnya… INSEKTARIUM!!!! Tidaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkk!!! Plus deadline bulan Maret, oh no!

Oh, no, Miss! Insektarium kok piye? Kami tahu, kami memang sesame makhluk yang masing-masing punya dosa, tapi please, kami nggak tega ngehabisin nyawa makhluk-makhluk Tuhan yang entah berdosa atau tidak itu. Hiks (alay mode : on)
Eniwei, habis terima tugas itu, aku cerita ke ibu. “Bu, aku dapet tugas bikin insektarium nih, ad aide bagus nggak? Enaknya dibikin kaeak apa?” Dengan spontanitas tinggi dan suara yang meninggi, serta alis mata yang ditinggikan, ibu saya menjawab,”What? Insektarium? Serangga? Dibunuh? Ya ampun, kenapa sih tugasnya harus kayak gitu. Tahu nggak, itu tuh sangat tidak berperikemanusiaan, ngerti?” Oh, no! Ibu saya aja bilang gitu, gimana aku? Saya sependapat, sayangnya aku yang manusia, bukan serangganya. Hohoho… Gimana lagi?

Setelah lama saya tak tahu siapa kelompok saya, akhirnya aku memberanikan diri (biasanya berani) untuk bertanya kepada salah seorang rekan saya bernama Riri dan Desta, “Sakjane kelompoke dhewe ki sapa wae e? Kok ming gur wong papat?” Setelah menerangkan bahwa anggota kami ada 8, yang terdiri ddari aku, Riri, Rifka, Desta, Fania, Rizal, Ma’ruf, dan Dimas, akhirnya kami sepakat merencanakan suatu pembunuhan terhadap serangga-serangga itu. (Perasaan bahasanya malah jadi formal gini, hah! Kebanyakan nge-MC formal, sekali-kali kasih job yang santai dund! Ngarep…). Mereka pada aku bilangin buat nangkep serangga di sekitar rumah mereka. Huwah, walhasil Cuma Fania yang ngumpulin, Riri juga, katanya udah dapet satu kecoa di rumahnya (yay!).


Akhirnya, hari Jumat, tadi, kan ceritanya pas pelajaran Bu Karsini kosong tuh, jadi dimanfaatin aja buat nangkep serangga di sekitar sekolah dengan peralatan seadanya, yaitu satu kantong plastic item ukuran besar sama plastic bening 2 lembar. Aku sama Rifka sih cuman, tapi kita dapet dua jenis serangga lho! Wahaha! Plokplokplokplokplok… Nangkepinnya mulai dari cara nangkepnya si Sinchan (ngegoyang-goyangin pohon), manjat kursi di depan aula, sampai lari-lari keliling lapangan nggak jelas Cuma buat nangkep seekor kupu-kupu nan elok menawan (halah). Woaha… Alhamdulillah kita dapet 2 jenis serangga, masih mending daripada nggak dapet sama sekali. Kedua jenis serangga itu adalah… Belalang kupu-kupu, siang makan nasi kalau makan minum susu (nah lho?), maksudku, BELALANG dan KUPU-KUPUUUUU!!!! Yeeeeeeeeeeyyyy….. Aku yang nangkep kupu-kupunya, Rifka yang nangkep belalangnya.

Oiya, Azka (X4) juga bantuin lho… Baik banget kan? (sori Az, dari tadi nggak aku sebutin, hehe…).

Habis nangkep perlu beli formalin + kloroform nih, biar mereka (serangga) cepet MATI! Kasihan banget nih kalo ditaruh di dalem kantong plastic terus gitu. Penyiksaan! Hiks! Belum lagi nanti harus diawetin pake formalin terus dipajang di dinding lab atau di manalah whatever dengan nama kami di belakangnya. Oh… kasihan...
Kalo aku yang jadi serangganya gimana ya? Ogah ah!